Kamis, 01 Januari 2009

NASRULLAH, SINGA HIZBULLAH





Hasan bin Abdulkarim Nasrullah lahir di dusun miskin, Bazuriyah, Lebanon Selatan, pada Agustus 31 1960. Ia menyelesaikan studi tingkat dasar di Madrasah an-Najah lalu melanjutkannya di madrasah Sin al-Fil. Saat menuntut ilmu inilah, Hasan Nasrullah bertemu dengan para aktivis milisi Amal, sebuah organisasi semi-militer yang didirikan Sayyid Musa Shadr. Karena kepribadian dan militansinya, ia ditunjuk sebagai ketua Amal di dusun tersebut sambil melanjutkan studi tingkat menengah di sekolah milik pemerintah di Shur.

Di Shur, ia berkenalan dengan Sayyid Muhammad Gharawi yang menjadi guru agama di mesjid Musa Shadr. Berkat bantuan Gharawi, pada 1976, Nasrullah yang baru berusia 16 tahun berkesempatan pergi ke Najaf, pusat keagamaan Syiah (hawzah) untuk memulai pendidikan agama. Di kota tersebut, ia bertemu dengan Sayyid Muhammad Baqir Shadr. Kefasihannya berbahasa Arab sangat menarik perhatian Sayyid Baqir Shadr. Maka, Hasan Nasrullah pun diperkenalkan Sayyid Baqir Shadr dengan Sayyid Abbas Musawi. Pertemuannya dengan Abbas Musawi menjadi titik tolak monumental dalam sejarah Lebanon yang berujung pada pendirian Hizbullah Lebanon pada 1982.

Sayyid Muhammad Baqir Shadr meminta Sayyid Abbas untuk membimbing dan menjamin seluruh kebutuhan hidup Hasan Nasrullah. Abbas Musawi yang dikenal sebagai guru yang amat disiplin telah mendidiknya secara intens bahkan pada masa libur musim panas. Inilah yang menyebabkan proses studi Nasrullah berjalan singkat dan berhasil menyelesaikannya secara gemilang pada 1978.

Pada masa tersebut, iklim politik Irak mulai mengalami perubahan secara umum, ketika penguasa rezim Baath melakukan intimidasi atas para pelajar hawzah dari pelbagai negara. Kondisi para pelajar Lebanon lebih buruk karena kerap menjadi sasaran pengintaian para agen rezim. Ini karena mereka dianggap bergabung dengan organisasi-organisasi yang dilarang di Irak, seperti Partai Dakwah.

Pada suatu hari, aparat keamanan Baath melakukan penggerebekan ke mesjid tempat Nasrullah belajar dan menculik Sayyid Abbas Musawi serta sejumlah muridnya untuk mendeportasi mereka ke Lebanon. Untungnya, saat peristiwa itu terjadi, Nasrullah tidak berada di tempat. Kesibukannya dalam aktivitas politik Amal dan situasi politik Irak yang makin buruk inilah yang membuatnya mengambil keputusan untuk kembali ke Lebanon.

Selama di Lebanon, kepribadian, semangat, dan militansi Hasan Nasrullah sangat menonjol sehingga dipercaya sebagai penanggung jawab Amal di Beka. Ini posisi penting dan cermin kredibiltas serta integritas moral yang tinggi.

Pada 1982, Zionis Israel melakukan agresi ke Lebanon. Amal pun retak menjadi dua kubu: kubu kiri pimpinan Nabih Barri, ketua Parlemen Lebanon, mengusulkan aliansi dengan Front Penyelamatan Nasional sementara kubu kanan, pimpinan Sayyid Abbas Musawi, menentangnya. Setelah kompromi buntu, dua kubu itu pun pecah. Para pendukung kubu kanan menjadikan Iran sebagai patron dan penyuplai dukungan material dan spiritual karena invasi Israel ke Lebanon terjadi pada masa-masa awal revolusi Islam Iran. Tidaklah mengherankan bila kubu ini akhirnya menyatakan keluar dari Amal karena menganggap Amal telah melenceng dari visi yang digariskan Musa Shadr.

Sejak saat itulah, volume perlawanan terhadap pendudukan Israel dimulai seiring dengan meluasnya tradisi ‘kesyahidan’ dan ‘jihad di jalan Allah’ sebagai moto aksi yang diimbangi dengan program pengkaderan secara massif dan terstruktur.

Sebenarnya alasan utama penentangan kubu kanan untuk bergabung ke dalam Front Penyelamatan Nasional adalah keberadaan Bashir Gamayel yang dicurigai menjadikan front aliansi tersebut sebagai kendaraan politik untuk mencapai kursi kepresidenan. Alasan lain adalah kedekatan Bashir dengan rezim Israel.

Inilah bibit pertama lahirnya Hizbullah Lebanon. Para pendukung Abbas Musawi berkerja keras mengajak para pemuda Lebanon untuk keluar dari Amal pimpinan Nabih Barri dan bergabung ke dalam organisasi baru bernama Hizbullah. Organisasi ini pun mengalami kemajuan pesat dan kini menjadi salah satu partai terkuat di Lebanon, bahkan di dunia Arab dan Islam.

Pada periode kelahiran Hizbullah, Nasrullah yang baru berusia 22 tahun belum menjadi salah satu pimpinan terasnya. Tugasnya saat itu hanya memobilisasi para pejuang dan membangun sel-sel militer yang kelak sangat ditakuti kalangan militer Israel di Lebanon Selatan.

Beberapa waktu kemudian Nasrullah ditunjuk sebagai wakil penanggung jawab wilayah Beriut menggantikan Ibrahim Ahmad Sayyid, mantan anggota parlemen dari fraksi Hizbullah. Sejak memegang jabatan itu, karir Nasrullah melesat. Kemudian ia menjadi penanggung jawab wilayah Beirut. Lalu ia dipercaya sebagai penanggung jawab eksekutif yang bertugas menerapkan keputusan-keptusan Majelis Syura. Namun, jabatan ini dirasakan banyak pihak kurang cocok dengan potensinya. Maka, ia menyerahkan jabatan itu kepada Syeikh Na’im Qasim dan melanjutkan studi di Qom, Iran. Namun, situasi politik di Lebanon yang kian membara, terutama konflik antara Hizbullah dan Amal yang kian meluas, membuatnya harus kembali.

Sekembali dari Iran, ia tidak mempunyai jabatan tetap. Ketika Sekjen Hizbullah, Sayyid Abbas Musawi, syahid akibat serangan Isarel pada 1992, Nasrullah pun terpilih sebagai sekjen meski usianya saat itu masih sangat muda. Namun, jiwa kepempimpinan dan sikapnya yang militan telah memainkan peranan penting dalam penguatan posisi Hizbullah dalam peta politik Lebabon dan Timur Tengah secara umum. Setelah berjalan beberapa bulan sejak peristiwa pembunuhan Sayyid Abbas Musawi, Hasan Nasrullah mengubah Hizbullah menjadi sebuah kekuatan politik. Meskipun baru menjadi partai politik, ia berhasil membuat Hizbullah meraup suara yang cukup besar, terutama di propinisi bagian Selatan dan Beka. Jumlah pendukungnya makin besar dalam pemilihan legislatif pada 1996, 2000, dan 2005.

Nasrullah percaya bahwa Islam adalah solusi bagi masalah-masalah yang terjadi di masyarakat. Suatu ketika, ia menyatakan, "Menyangkut kita, secara ringkas, Islam bukan sekedar agama yang meliputi shalat dan doa tetapi juga risalah Ilahi yang dirancang bagi umat manusia. Islam mampu menjawab setiap pertanyaan yang orang ajukan ihwal kehidupan individu dan sosialnya. Islam adalah agama yang dirancang bagi suatu masyarakat yang bisa melakukan revolusi dan membentuk sebuah negara."

Nasrullah berulang kali mengalami usaha pembunuhan Israel. Rumah dan kantornya dihancurkan serangan bom Israel selama krisis Lebanon-Israel pada 14 Juli 2006. Sebelumnya, ia sudah kehilangan putra tertuanya, Muhammad Hadi, yang syahid setelah dibom tentara Israel pada September 1997.

Ia mempunyai seorang istri, Fathimah Yasin, dan dikarunai lima anak, yaitu Muhammad Hadi, Muhammad Jawad, Zainab, Muhammad Ali, dan Muhammad Mahdi.

Kini mata dunia tertuju kepada sosok kharismatik ini. Hasan Nasrullah bersama beberapa pemuda Hizbullah nyaris berjuang sendirian menghadapi agresi Israel yang didukung Amerika dan ditonton sebagian besar negara Arab. "Kita akan membuktikan bahwa darah akan mengalahkan pedang di sini," katanya dalam ceramah beberapa waktu lalu.

Semoga hati umat Islam, terutama di Indonesia, tergugah dan mengenyampingkan perbedaan mazhab seraya berteriak bersama menentang skenario adu-domba Syiah dan Sunni serta memberikan dukungan moral kepada setiap pejuang sejati.

Tidak ada komentar: